Jumat, 19 April 2013

Pertumbuhan dan Perkembangan Anak



PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN
JIWA PADA ANAK (USIA 0-5, 6-12)

Agar kita mendapat gambaran yang konkrit tentang bagaimana menanamkan kepribadian muslim di masa anak-anak ini, dapat kita perhatikan beberapa uraian berikut :
1. Periode Anak Pertama (umur 0-2 tahun) Keluarga merupakan mikrokosmos tempat-tempat manusia baru digembleng, dilatih, dididik, dipersiapkan untuk mengarungi kehidupan yang lebih luas. Oleh karena itu pendidikan agama harus di mulai dari rumah tangga sejak anak masih kecil, mengingat bahwa yang mengendalikan dan tindakan seseorang adalah kepribadiannya yang terbentuk dan tumbuh dari pengelaman-pengalaman yang dilalui anak sejak lahir. Anak pada umur ini baru mengenal tindakan, perbuatan dan sikap yang dilihatnya dan yang dirasakannya serta ucapan-ucapan yang didengarnya. Tetapi perlu diingat bahwa pada tahun-tahun pertama pertumbuhan anak belum mampu berfikir secara logis
2. Periode Anak Kedua (umur 3-4 tahun) Pada periode kedua ini yang penting diperhatikan oleh orang tua dan anggota keluargnya adalah anak sudah mempunyai ciri-ciri pertumbuhan psikisnya, untuk itu orang tua harus bisa memanfaatkan kesempatan emas ini agar anak-anak nanti bisa diharapkan kebaikannya.Ciri-ciri tersebut adalah suka disayang, suka meniru, suka dipuji, sukadiperhatikan, suka bermain, suka bertanya, suka menang sendiri dan suka memprotes. Oleh karena itu kepribadian orang tua, sikap dan cara hidup mereka merupakan unsur-unsur pendidikan yang tidak langsung. Karena itu apabila anak memperlihatkan akhlak yang baik dan perbuatan yang terpuji hendaklah dihargai dengan jalan memberikan puji-pujian dihadapan umum agar dia gmbira dan merasa senang menelusup kedalam jiwanya. Jika anak melakukan kesalahan, hendaklah dikesampingkan dan tidak dibuka di depan umum dan jangan dijadikan buah pembicaraan terutama anak-anak berusaha untuk menutupinya.
3. Perionde Anak Ketiga (5-6 tahun) Kita pun menyadari bahwa anak-anak bagaikan kuncup atau tunas yang masih hijau dan lembut, mereka dengan mudah dapat dibengkokkan ke arah yang diinginkan, yang tidak kalah penting dalam usia ini adalah penggunaan basmalah, hamdalah, salam, minta izin, berterima kasih dan sebagainya, hendaklah diajarkan pada anak dalam praktek yang sebenarnya. Di samping itu dapat juga diajarkan bacaan/hafalan-hafalan surat-surat pendek dalam Al-Qur’an, hal ini dimaksudkan supaya anak dapat melafalkan tulisan-tulisan Arab yang baik, sehingga pada saat anakmencapai umur diwajibkan nantinya tidak merasa canggung dan tidak pula mengalami kesulitan.
4. Periode Anak Keempat (7-12 tahun) Kita telah mengetahui bahwa sekolah merupakan lingkungan kedua tempat anak-anak melatih dan menumbuhkan kepribadiannya. Sekolah bukan hanya tempat untuk menuangkan ilmu pengetahuan agar ditampung dalam otak kepala anak-anak, melainkan juga harus tepat mendidik dan membina kepribadiannya. Sesungguhnya pendidikan Islam adalah mencetak muslim yang baik. Oleh karena itu anak-anak yang dilahirkan dan dibesarkan dalam lingkungan yang taat beragama, akan ikut membantu kelancaran anak menumbuhkan kepribadiannya. Sebab anak pada umur 7 tahun ke atas, perasaan terhadap Tuhan telah berganti lebih positif dan hubungannya dipenuhi dengan rasa percaya dan rasa aman. Karena pengaruh dari kemajuan IPTEK dan juga pengaruh daripola hidup yang bersifat materialistik maka menyebabkan ayah dan ibu terlalu sibuk dalam mengejar harta. Sehingga mereka melupakan tugasnya sebagai pendidik anak-anaknya, bahkan tidak sempat lagi memberikan perhatian dan kasih sayang kepada anak-anaknya, apalagi mendidik agama kepada mereka. Selain itu masih banyaknya orang tua yang minim dalamhal agama Islam, baik secara ilmiah maupun secara amaliah, sehingga mereka kurang mampu untuk mendidik agama kepada anak-anaknya.Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa peranan orang tua mempengaruhi terhadap pelaksanaan pendidikan agama bagi anak, kenyataan yang kita lihat dalam masyarakat pada akhir-akhir ini menunjukkan adanya gejala bahwa banyak anak-anak orang muslim yang kurang aktif dalam menjalankan agama, hal ini disebabkan karena kurangnya perhatian pendidikan agama juga pendidikan akhlak pada anak. Ini dikarenakan orangtua yang terlalu sibuk mengejar harta. Jadi kesimpulannya buruh wanita dalam membagi waktunya antara keluarga dengan bekerja dapat mempengaruhi pendidikan agama bagi anak[1].
A.    Sumber Jiwa Pada Anak.
Dalam (Jalaluddin, 2005 : 62), menjelaskan sumber kejiwaan agama adalah emapat macam keinginan dasar yanag ada dalam jiwa manusia itu yaitu:

a.       Keinginan untuk keselamatan (security).
Keinginan ini tampak jelas dalam kenyataan manusia untuk memperoleh perlindungan atau penyelamatan dirinya baik berbentuk biologis maupun non-biologis, misalnya mencari makan, perlindungan diri, dll.
b.      Keinginan untuk dapat penghargaan (recognation). Keinginan ini merupakan dorongan yang menyebabkan manusia yang mendambakan adanya rasa ingin dihargai dan dikenal orang lain. Ia mendambakan dirinya untuk selalu menjadi orang terhormat dan dihormati.
c.       Keinginan untuk ditanggapi (response). Keinginan ini menimbulkan rasa ingin mencintai dan dicintai dalam pergaulan.
d.      Keinginan pengetahuan atau pengalaman baru (new experience). Keinginan ini menyebabkan manusia mengeksplorasi dirinya untuk mengenal sekelilingnya dan mengembangkan dirinya. Misalnya pada dasarnya selalu cepat bosan dan jenu terhadap sesuatu dan hal-hal yang selalu ada disekelilingnya. Mereka ingin selalu mencari dan mengetahui sesuatu yang tak tampak dan beraadaa diluar dirinya.
Didasarkan atas keempat keinginan dasar itulah pada umumnya manusia menganut agama menurut W.H. Thomas. Melalui ajaran agama yang teratur, maka keinginan keempat itu akan tersalurkan. Dengan menyembah dan mengabdi kepada Tuhan, keinginan keselamatan akan terpenuhi.
B.     Pendidikan Agama Bagi Anak
Pendidikan agama yang paling mendasar yang perlu ditanamkan pada jiwa anak sejak dini meliputi tiga hal pokok yaitu:
            Pertama, pendidikan untuk mengenal kepada Yang Maha Pencipta. Ini adalah landasan pertama dan paling utama yang harus diperkenalkan kepada anak. Keyakinan tentang adanya Allah Yang Maha Pencipta merupakan pondasi yang paling dasar yang akan menopang seluruh rangkaian perjalanan hidup anak kita sepanjang hayatnya. Untuk mengenal Allah sebagai pencipta, maka kepada anak-anak perlu ditanamkan dasar-dasar logika  paling sederhana yaitu bahwa seluruh benda yang ada di sekitar kita seperti kursi, meja, televisi dan sebagainya, ada pembuatnya. Demikian pula  alam semesta berupa langit, bumi, matahari, bulan, bintang-bintang, seluruh makhluk hidup dan makhluk tidak hidup, tentu ada penciptanya. Itulah Allah Sang Pencipta. Mustahil benda itu terjadi sendirinya tanpa ada pembuatnya. Jika hal ini  kita tanamkan pada pikiran anak, berarti kita telah mengajarkan tentang sifat wujud bagi Allah. Keyakinan terhadap adanya Allah itulah yang merupakan prinsip pertama dalam  rukun Iman yang harus terlebih dahulu tertanam sebelum iman kepada malaikat, kitab-kitab, para rosul, hari kiyamat, dan iman kepada qodho dan qodar. Rukun iman yang kedua sampai keenam akan runtuh kalau rukun yang pertamanya goyah. Karena itu iman kepada Allah harus dimasukkan ke dalam jiwa anak sedini mungkin, sebelum mereka belajar tentang membaca, menulis, berhitung dan lain-lain.  
            Kedua, pendidikan tentang ibadah kepada Allah. Ibadah adalah bentuk pengabdian kepada Allah. Dalam pengertian yang seluas-luasnya ibadah meliputi segala perbuatan baik yang diridoi Allah. Dalam pengertian yang sempit ibadah meliputi rukum islam yang lima, yakni syahadat, shalat, zakat, puasa dan haji. Rukun islam yang lima itu merupakan bentuk ibadah yang sudah diatur tata caranya oleh Allah dan Rosul-Nya. Dalam terminology agama Islam itulah yang disebut ibadah mahdoh. Tidak boleh sedikit pun direkayasa oleh kita. Sedangkan ibadah dalam pengertian seluas-luasnya, itulah yang disebut dengan amal salih yakni segala amal perbuatan yang dapat mendatangkan manfat bagi diri pelakunya maupun bagi orang  lain. Adapun tatacara beramal salih, bisa diatur sendiri oleh kita. Misalnya, bagaimana kita berbuat baik kepada sesama manusia, banyak sekali bentuknya dan kita bebas untuk mengatur tata caranya.
 Inti dari segala ibadah adalah shalat lima waktu. Karena itulah Rosulullah memerintahkan dalam sebiuah hadisnya, “Perintahlah anak-anakmu shalat jika sudah usia tujuh tahun. Dan bila usia sepuluh tahun masih belum mau melaksanakan shalat, maka pukullah.” Perintah memukul di sini tentu pukulan sebagai tindakan edukatif.
            Ketiga, pendidikan tentang ihsan yaitu sikap dan sifat komitmen kepada kebaikan karena mempunyai keyakinan bahwa segala perilakunya diawasi oleh Allah. Ihsan berasal dari kata hasan yang berarti baik. Pada waktu Rosulullah s.a.w. ditanya oleh seorang sahabat, “Apakah ihsan itu?” Jawab Rosul, “ Ihsan itu adalah engkau menyembah Allah seolah-olah engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak melihat-Nya maka sesungguhnya Dia melihat engkau (Hadis Riwayata Bukhori).
 Menanamkan sifat ihsan kepada anak-anak berarti menanamkan kesadaran bahwa dirinya selalu diawasi oleh Allah Yang Maha Melihat. Kalau keyakinan ini tertanam kokoh pada jiwa anak, maka keyakinan inilah yang akan membentengi jiwa anak sepanjang hayatnya dari perbuatan-perbuatan maksiat kepada Allah. Dia akan menyadari  bahwa tidak  ada lahan  yang bisa dijadikan tempat bersembunyi dari  pandangan Allah, sehingga dia melakukan suatu kebaikan bukan karena takut oleh manusia atau karena diperintah oleh orang tua melainkan atas dasar kesadaran pribadi yang timbul dari keimanan kepada Allah. Sikap dan sifat ini sangat penting untuk dijadikan bekal oleh anak dalam mengarungi pergaulan hidup kelak di tengah msyarakat. Dia tidak melakukan kejahatan bukan karena takut oleh polisi atau oleh orang lain, melainkan karena yakin bahwa perbuatannya akan dilihat oleh Allah.
Ketiga landasan itu dalam terminologi islam dikatakan dengan sebutan iman, islam dan ihsan. Tiga landasan itulah perlu kita tanamkan pada jiwa anak sedini mungkin karena ketiga-tiganya merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dipisahkan untuk membentuk sebuah pribadi muslim yang utuh dan menyeluruh[2].
           
C.    Faktor-faktor yang Mempengaruhi Jiwa Keagamaan Pada Anak.
-          Menurut Teori four wishes yang dikemukakan oleh perkembangan jiwa keagamaan anak adalah “rasa ketergantungan (sense of defendnce)”
Menurut teori ini, manusia dilahirkan kedunia memiliki empat keinginan:
1.     Security: keinginan untuk mendapatkan perlindungan
2.    New experience: keinginan untuk mendapat pengalaman
3.    Response: Keinginan untuk mendapatkan tanggapan
4.    Recognition: keinginan untuk dikenal
-           Instink keagamaan
Pendapat ini dikemukakan oleh Woodworth, menurutnya, bayi yang dilahirkan sudah memiliki instink, diantaranya instink keagamaan, namun instink ini pada saat bayi belum terlihat, hal itu dikarenakan “beberapa fungsi kejiwaan yang menopang kematangan berfungsinya instink itu belum sempurna”.
-          Fitah keagamaan
Pendapat ini berdasarkan konsep Islam yang didasarkan pada hadist Nabi yang berbunyi:
“Setiap anak dialhirkan dalam keadaan fitrah, maka orang tuanyalah yang membuatnya menjadi Yahudi, atau Nasrani aau Majusi”.

Fitrah dalam hadist ini diartikan sebagai “potensi”. Fitrah ini baru berfungsi dikmudian hari melalui proses bimbingan dan latihan setelah berada pada tahap berikutnya. (Jalaluddin 2002:65, Sururin, 2004:48)
-          Proses timbulnya kepercayaan kepada Tuhan dalam diri anak
a.      Menurut Zakiyyah Darajat, anak mulai mengenal uhan melalui proses:
1.      Melalui bahasa, yaitu dari kata-kata orang yang ada dalam lingkungannya yang pada mulanya diterimanya secara acuh tak acuh.
2.      Setelah itu karena melihat orang-orang dewasa menunjukkan rasa kagum dan takut terhadap Tuhan, maka mulailah timbul dalam diri anak rasa sedikit gelisah dan ragu tentang sesuatu yang haib yang tidak dapat dilihatnya itu (Tuhan).
3.      Rasa gelisah dan ragu itu mendorong anak untuk ikut membca dan mengulang kata Tuhan yang diucapkan oleh orang tuanya.
4.      Dari proses itu, tanpa disadari anak lambat laun “pemikiran tentang Tuhan” masuk menjadi bagian dari kepribadian anak dan menjadi objk pengalaman agamis.
Jadi pada awalnya Tuhan bagi anak-anak merupakn nama dari sesuatu yang asing yang tidak dikeenalnya, bahkan diragunakan kebaikannya. Pada tahap awal ini anak tidak mempunyai perhatian pada Tuhan, hal ini dikarenakan anak belum mempunyai pengalaman yang mempunyai pengalaman yang membawanya kesana (baik pengalaman yang menyenangkan atau pengalaman yang menyusahkan).
Perhatian anak pada Tuhan tumbuh dan berkembang setelah ia menyaksikan reaksi orang-orang disekelilingnya tentang Tuhan yang disertai oleh emosi dan perasaan tertentu.
Ø  Pengalaman awal anak-anak tentang Tuhan
·         Menurut Zakiyyah Darajat, pengalaman awal anak-anak tentang Tuhan biasanya tidak menyenangkan, karena Tuhan merupakan ancaman bagi integritas kepribadiannya. Oleh sebab itu maka perhatian anak tentang Tuhan pada permulaannya merupakan sumber kegelisahan atau ketidaksenangannya. Hal inilah yang menyebabkan anak sering bertanya tentang zat, tempat dan perbuatan Tuhan. Pertanyaan itu betujuan untuk mengurangkan kegelisahannyaa. Lalu kemudian sesudah itu timbul keinginan untuk menentangnya atau mengingkarinya. Jadi, pemikiran tentang Tuhan adalah suatu pemikiran tentang kenyatan luar, sehingga hal itu disukai oleh anak.
Namun untuk melanjutkan pertumbuhan dan menyesuaikan diri dengan kenyataan itu, anak harus menderita dan mendapatkan sedikit pengalaman pahit, sehingga akhirnya ia menerima pemikiran tentang Tuhan setelah diingkariya (Zakiyah Darajat, 2003: 43-45).
-          Menurut Teori Freud, Tuhan bagi anak-anak tidak lain adalah orang tua yang diproyeksikan. Jadi Tuhan pertama anak adalah orang tuanya. Dari lingkungan yang penuh kasih saying yang diciptakan olh orang tua, maka lahirlah pengalaman keagamaan yang mendalam.
-          Menurut Imam Bawani perkembangan agama pada masa anak-anak.
Dibagi menjadi 4 bagian:
1.      Fase dalam kandungan.
Pada fase ini perkembangan agama dimulai sejal Allah meniupkan ruh pada bayi, yaitu ketika perjanjian antara ruh manusia dengan Tuhan (al-A’raf ayat 172).
2.      Fase bayi.
 Pada fase ini belum banyak diketahui perkembanan beragama ana, namun isyarat mengenalkan ajaran agama banyak ditemukan dalam hadist, seperti anjuran mengazankan/mengikamatkan ketika anak baru lahir.
3.      Fase anak-anak.
Anak mengenal Tuhan melalui ucapan dan perilaku orang dewasa yang mengungkapkan rasa kagum pada Tuhan.
o   Anak mempunyai pemahaman dalam melaksanakan ajaran agama.
o   Tindakan keagamaan anak didasarkan pada peniruan
4.      Fase anak prasekolah.
Perkembangan keagamaan anak menunjukkan perkembangan yang semakin realistic (Sururin, 2004: 55-56)


DAFTAR KEPUSTAKAAN

Ø  http://unes36.blogspot.com/2011/10/pendidikan-agama-bagi-anak-anak-usia.html
Ø  Jalaluddin, Psikologi Agama, Rajawali Pers, Jakarta, 2005
Ø  Zakiyah Darajat, Psikologi Agama, 2003


[2] http://unes36.blogspot.com/2011/10/pendidikan-agama-bagi-anak-anak-usia.html

Senin, 15 April 2013

ETNOGRAFI DESA SIRIH SEKAPUR




PENDAHULUAN

etnografi berasal dari bahasa yunani kuno, Etnos dan Graphy. Etnos berarti bangsa dan grafi berarti diskripsi atau pelukisan. Dengan demikian etnografi adalah pelukisan mengenai bangsa-bangsa .
Adapun kami yang berada desa Sirih Sekapur berkewajiban mengetahui akan suku-suku yang ada di desa Sirih Sekapur itu, ini demi terjalinnya hubungan harmonis antara kami sebagai mahasiswa dengan masyarakat itu sendiri.
Dalam cerita ini kami berusaha mengkaji tentang asal usul desa sirih sekapur, mata pencarian masyrakat, religi, lebih mendetilnya laagi bisa kita saksikan dalam pembahasan dibawah ini, Adapun dalam penulisan cerita ini sangat banyak kekurangan karena kendala kurangnya literature yang memuat materi ini, sehingga kami mohon kritik dan saran membangun dari segenap pembaca.

RUMUSAN MASALAH

-       Keadaan iklim demografi
-       Asal usul nama desa
-       Mata pencaharian
-       Kemasyarakatan
-       Religi
-       Bahasa yang diginakan





PEMBAHASAN
A.   Kondisi Geografis

Sirih Sekapur adalah satu desa yang terletak di kec. Jujuhan, kab. Muaro Bungo, tepatnya di propinsi Jambi. Desa Sirih Sekapur adalah salah satu desa yang terluas di Muaro Bungo, yang berbatasan langsung dengan Sungai Rumbai, kab. Dharmasraya. Sirih Sekapur suhunya sedang, tidak terlalu panas dan juga tidak terlalu dingin, Sirih Sekapur juga dikelilingi oleh bukit-bukit yang menjulang tinggi, Selain itu, sirih sekapur juga dilewati sungai yang jernih, yang didalam sungai itu terdapat bermacam-macam ikan, ditepi sungai terdapat rumah-rumah peninggalan zaman nenek moyang dahulu, rumah tersebut sampai sekarang masih dihuni oleh anak cucunya, dan diseberang sungai terdapat kebun-kebun yang ditanami oleh para petani. Desa Sirih Sekapur sekarang disebut juga desa induk, karena desa yang sudah lama sekali didiami oleh para pendahulu-pendahulu.

   Sirih sekapur adalah suatu desa yang slalu dikenang oleh orang yang pernah mendiaminya, dan begitu juga dengan  penduduk yang ada didesa tersebut, walaupun ada sebagian masyarakatnya yang pergi merantau meninggalkan kampung halamannya, sejauh apapun mereka pergi, namun mereka tidak bisa melupakan Desa Sirih Sekapur tersebut. seperti pepatah mengatakan :

Sekali air jujuhan terminum
Sejauh kaki melangkah
Namun kampong nan elok
Slalu dikenang
   Maksud pepatah diatas adalah: seseorang yang meninggalkan kampung halaman (sirih sekapur), walaupun jauh dirantau orang maka ia akan kembali juga kekampung Sirih Sekapur.


B.   Asal Usul Nama Desa

Dahulu kala, sepasang pemuda pemudi yang sedang berpacaran dibawah tebing ditepi sungai jujuhan, sicewek itu adalah seorang yang suka memakan sirih, kemudian sicowok  tersebut meminta kepada sicewek untuk membuatkan sirih. Karena ia juga ingin merasakan daun sisih, setelah sirih selesai dibuat,  Dan sicewek ingin memberikan sirih yang ia buat kepada cowoknya, pada saat itu juga tebing yang diatas mereka jatuh menimpanya, pada saat itu juga keduanya meninggal dunia dan terkubur dibawah tebing tersebut, disitulah desa yang dahulunya dinamakan Bunga kembang suko menanti akhirnya dengan kejadian yang seperti itu nama desa tadi digantikan dengan Sirih Sekapur.
C.   Mata Pencarian
       suatu daerah dapat juga dikatakan maju atau mundurnya, itu tergantung kepada bagaimana situasi melalui pendapatan suatu masyarakat tersebut, sehingga dalam mencapai hal tersebut masyarakat desa sirih sekapur berupaya dengan melakukan berbagai macam usah, Dalam masyarakat sirih sekapur, terdapat berbagai macam mata pencarian, sesuai dengan propesi atau skill yang mereka miliki. disamping mata pencariaan itu antara lain yaitu :

a.    Perkebunan dan Pertanian

Sektor utama dari mata pencarian masyarakat desa Sirih Sekapur merupakan perkebunan karet, yang mana hasil dari akret tersebut sangat lah membantu dari kehidupan mereka, selain harganya yang cukup tinggi, pemasyarannyapun relatip mudah. Sehingga masyarakan Sirih Sekapur, cendrung kepada perkebunan karet. Selain dari perkebunan karet, masyarakat Sirih Sekapur juga menanam berbagai macam kebutuhan sehari-hari, seperti menanam jagung, ubi, sayur-sayuran. Meskipun masyarakat Sirih Sekapur sudah mengembagkan pertanian mereka, namun mereka masih juga mendatangkan bahan-bahan pokok dari luar daaerah sperti beras, bawang, cabai, dll. Itu disebabkan karena mereka lebih cendrung kepada perkebunan karet, sehingga mereka tidak terfokus kepda hal-hal yang telah tersebutkan diatas. Yang mana hal tersebut membuat masyarakat sirih sekapur harus mendatangkan bahan pokok tersebut daari daerah-daerah.

b.    Peternakan

Selain yang tersebut diatas tadi, masyarakat Desa Sirih Sekur juga melakukan kegiatan untuk perekonomiannya, seperti mengembangkan peternakan, yang mana hasil dari pada  peternakan tersebut, sebagian besar mereka jual kesaerah tetngga seperti sei, rumbai, rantau ikil. Dan lain-lain.

Adapun bentuk-bentuk hewan ternak yang mereka kembngkan sperti : sapi, kambing, ayam,  dan itik.

c.    Mengkap Ikan

Disamping beternak pertanian dan perkebunan, Sebagian dari masyrakat sirih sekapur yang tidak mempunyai lahan pertanian dan perkebunan, mereka melakukan kegiatan untuk ekonomi mereka, denagn cara mencari ikan. Ikan yang mereka tangkap hanya dijiaul untuk maysarakat stempat saja, karena ikan yang mereka tngkap tidaklah dalam jumlah yang besar.



d.    Pedagang

       Desa sirih sekapur selain dari penghasilannya, pertanian, beternak, dan juga menagkap ikan, sebagian dari mereka banyak yang meningkatkan perekonomian mereka dengan berdagang. Barang daganagan yang mereka dagangkan itu, hasil dari perkebunan mereka, antara lain Barang-barang yang mereka dagangkan yaitu: seperti makanan pokok, sayur-sayuran dan lain-lain. Untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka, dari hasil penjualan mereka itu mereka itu mereka simpan untuk kebutuhan masa yang akan datang seperti untuk kebutuhan hal yang mendesak.

D.   Kemasyarakatan
       Masyarakat desa sirih sekapur, mempunyai kebiasan seprti masyrakatl lainnya yaitu hidup dalam sisitem gotong royong, yang mana jika ada seseorng membutuhkan bantuan maka yang lain akan ikut membantu seperti halnya da;lam pembuatan rumah, acara pernikahan, bahkan sampai hal kematian. Masyarakat sirih sekapur  juga terkenal keramahaannya, baik anak-anak, remaja-remaja, bahkan orang tua sekalipun juga ramah-ramah, misalnya : apabila ada pendataang yang menetap didesa tersebut maka masyarakat tersebut sangat menghargainya, malahan akan sangat dihormati, desa Sirih sekapur,  mempunyai suatu aturan yang mana peraturan tersebut dibuat untuk mengarahkan masyarakat agar selalu hidup terarah dan tidak melanggar sesuai dengan norma-norma, misalnya: siapapa-siapa saja yang hendak menikah, sedangkan orang tua dari salah satu pasangan tidak setuju, kemudian ia nikah dikampung orang lain, maka dalam aturan-aturan norma desa sirih sekapur, akan memberikan hutangan kepada kedua pasangan dengan menyembelih seekor kambing langsung dimasak, setah itu diberitahukan kepada nenek mamak, pemuka-pemuka agama, maupun pegawai syara’ untuk pembayarannya. Penyembelihan kambing tersebut  dinamakan juga dengan “kambing segaram”. Desa sirih sekapur selalu menerima pendatang yang hendak menetap di desa tersebut selagi ia dapat menyesuaikan dirinya dengan masyarakat sekitar. Dalam menciptakan masyarakat yang rukun dan damai, masyarakat desa sirih sekapur selalu berlaku ramah dan tidak bermusuhan dengan masyarakat desa yang lain. Sehingga desa sirih sekapur akan tetap sejahtera.
E.   Kehidipan religius

Masyarakat desa Sirih Sekapur mayoritas penduduknya menganut agama yang satu yang dinamakan agama islam, tidak ada satupun dari kalngan ornag-orang non-muslim yang menetap disitu. Meskipun sebagian dari budaya keagamaan ini sudah mulai terkikis, dimana, para remaja-remaja sudah banyak sekali terpengaruh oleh pergaulan bebas, seperti minum-minuman keras yang terjadi ketika ada acara-acara pernikahan berlangsung, perjudian kadang-kadang terus dilakukan, narkobapun tidak mau ketinggalan, ia bagaikan seorang teman akrab yang slalu hadir ketika teman yang lain  mendapatkan kesusahan. Minum-minuman, perjudian, dan narkobaa, bagaaikan virus flu burung yang cepat sekali menyebar dikalangan masyrarakat sirih sekapur tersebut, dan disisi lain, anak-anak yang seharusnya mengaji kerumah guru/ustad, merekapun ikut dalam hal-hal yang sangat dilarang keras oleh agama tersebut, namun yang lebih parah lagi, sebagian dari anak desa Sirih sekapur tersebut, usdah pandai mengisap lem Aibon agar supaya dikatakan gaul oleh teman-temannya, na’uzubilllah,
Namun walaupun demikian, bgi sebagian besar masyarakat, umumnya dari kalangan orang tua-tua, agama masih merupakan hal yang sangat pokok dalam kehidupan bermasyarakat, maka tidak kita herankan lagi ketika malam jum’at mereka selalu mengadakan wirit jum’atan yang didalamnya terdapat bacaan-bacaan yang menjunjung tinggi nana Allah dan Nabi Muhammad SAW, yang disebut dengan yasinan, tahlilan, beserta ada siraman rohani dari para ustad-ustad, agar mereka slalu dakat kepada Allah, walau kebanyakan orang mengatakan itu adalah suatu hal yang bid’ah yang diada-adakan, dalam urusan beragama, tetapi bagi desa Sirih Sekapur itu adalah suatu hal yang sangat berarti, kalau tidak ada acara yang seperti itu, siapalagi yang mau mengingat Allah, dan mengagung-agung kan nama Allah. Secara bersama-sama Disitu lah momen yang paling terindah yang dirasakan masyarakat sirih sekapur, dan dengan acara itu juga masyarakat dari golongan yang tua-tua, ingin lagi mengembalikan citra islam yang selama ini sudah mulai memudar, mungkin dengan acara-acra yang demikianlah anak-anak remaja kan sadar, dari apa yang selama ini yang telah mereka perbuati.

Pemuka-pemuka Desa Sirih Sekapur juga membangun satu lembaga yang dinamakan “pegawai syara’”, yang berperan penting dalam menghadapi masalah-masalah yang berhubungan dengan kemaslahatan. Yang terjadi di masyarakat tersebut, seperti : mengembangkan bakat anak-anak sekolah yang pergi keluar daerah yang menuntut ilmu dengan cara, pada bulan suci ramadahn datang, ketika anak dan mahasiswa yang pulang kekampung, mereka diberikan jadwal untuk menyampaikan separtah dua kata apa-apa saja yang mereka dapatkan dari luar, yang akan disampaikan dimasjid setelah selesai melaksanakn sholat terawih, setiap lama bergiliran maju keatas mimbar untuk berceramah. Ada juga yang dikirim sebagi utusan separi romadhan kedaerah-daerah tetangga sekitar.

F.    Bahasa yang digunakan
       Desa sirih sekapur  merupakan desa asli dari orang-orang melayu, yang mana bahasa komunikasi yang mereka gunakan adalah bahasa melayu, namun walaupun demikian, bahasa masyarakat desa sirih sekapur tersebut juga dimasuki oleh bahasa-bahasa minang, karna letak desa sirih sekapur berbatasan  dengan kabupaten dharmasraya, yang dinamakan sungai rumbai. Akan tetapi, faktor masyarakat yang tinggal di desa sirih sekapur sebagian besar merupakan penduduk asli dan pendatang, maka bahasa yang di gunakan di derah tersebut campur aduk. Mereka menggunakan bahasanya masing-maing ketika berbicara sesama suku. Kalau masyarakat desa sirih sekapur berbicara sesamanya, maka yang digunakan adalah bahasa melayu tersebut, Begitu juga dengan pendatang, merekapun berbicara dengan bahasa dari suku mereka. Akan tetapi, bahasa komunikasi yang mereka gunakan ketika berbicara dengan suku lain, maka mereka menggunakan bahasa yang kedua pihak saling mengetahui, yaitu bahasa Indonesia.
       Namun, karena para pendatang yang tinggal di desa sirih sekapur sudah terlalu lama menetap disana, menyebabkan mereka dapat berbahasa minang karena lingkungan yang membentuk mereka. Sehingga lama kelamaan bahasa melayu  dapat dikuasai oleh para pendatang, dan mayoritas pendatang tersebut berasal dari pulau jawa,  dan para pendatangpun memahami perkataan yang di sampaikan kepadanya meski dalam bahasa melayu.